Senin, 26 November 2018

Secuil Rasa di Medsos

Seiring dengan  perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia komunikasi juga mengalami perkembangan yang melompat-lompat. Kecanggihan alat dan media komunikasi menjadi fasilitas yang memberi kenyamanan dalam bersosial.

Sebelum menjamurnya alat komunikasi khususnya Hand Phone dan gadget budaya berkunjung antar kerabat, sahabat dan relasi kerja sangat kental "manual" dilakukan. Tatap muka berlangsung, cengkerama penuh canda tawa, etika sopan santun dalam berkomunikasi masih tertata rapi dalam tatanan kehidupan. Buah tangan tak terlupakan sekadar menjadi simbol pengikat silaturrahim, anak istri turut mengiringi hubungan silaturrahim yang didalam agama merupakan ibadah mulia di perintahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Itu sekelumit gambaran kehidupan yang pernah kita alami dan jalani.

Dengan bergeraknya dan berkembangnya ilmu pengetahuan teknologi, aktifitas manusia mulai tergeser, terbatasi oleh "mini robot" hasil rekayasa teknologi informatika. Dulunya, "pak pos" sering kita lihat untuk mengantar surat ke rumah-rumah, instansi-instansi, sekarang sudah tergantikan e mail, surat kabar menjadi barang berharga yang biasa di tunggu untuk dibaca di setiap pagi.menjadi "wah" ketika kita mengetahui sebuah berita.tetapi kini,  peran koran mulai tergeser dengan media online yang memberi layanan dan akses sangat cepat, dimanapun dan kapanpun kepada "si pembaca" untuk mengetahui berita atau informasi "up to date".
Peran media sosial "merangkul" hampir semua kelas masyarakat untuk melakukan komunikasi verbal. Itulah "secuil" fakta kehidupan di jaman yang penuh dengan "lalu lintas gelombang elektromagnetik" ini.

Terlepas kemudahan akses dalam dunia informasi dengan segala perangkatnya, sedikit kira cermati tentang "share dan posting" berita, informasi, ungkapan rasa, statement berupa teks, audio, video di media sosial. Dalam UU No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Bab VII Perbuatan yang dilarang dalam transaksi elektronik. Sudah barang tentu ketika kita pengguna media sosial melanggar aturan yang ditetapkan akan mendapat konsekuensi hukum yang harus kita hadapi.
Jika kita amati dengan pikiran jernih dan dari "kacamata" etika, tidak sedikit debat kusir kita nikmati, diskriminasi gender, RAS dan "lalapan politik" tercampur aduk menjadi "masakan" yang harus kita lihat, baca dan mungkin sejenak menjadi bahan analisa bagi kita semua. Berbagai macam persepsi dan interpretasi yang muncul dibenak masing-masing "penikmat" media sosial. "Coba kita tengok pada diri kita dalam berselancar di media sosial"
Menjadi evalusi dan refleksi bagi kita semua untuk bijak dalam dalam berkomunikasi khususnya di media sosial. Berhati-hati dalam memposting dan men share berita informasi yang belum tentu kebenarannya, dan menyatakan statement bertentangan dengan etika sosial,menyangkut SARA dan politik menjadi langkah aman dalam berkomunikasi di media sosial.

"Semoga kita semua menjadi insan yang bijak"Amin

Secercah goresan refleksi diri
Jember, 26 November 2018
Syaiful Rahman.

Jumat, 09 November 2018

Mengeluh Bukanlah Pilihan

Oleh : Ajun Pujang Anom
Kita sebagai guru, sebenarnya sadar tidak, kalau setiap hari mengeluh? Kalau sadar, mengetahui tidak, dampak buruk mengeluh ini?

Jawaban dari pertanyaan kedua ini menjadi penting. Kenapa penting? Karena akan mempengaruhi pola pengajaran. Guru yang suka mengeluh rawan terkena stress dan rentan mengalami gangguan kinerja otak.

Bayangkan, apabila gurunya stress, selain itu juga mengalami gangguan kinerja otak. Tentu saja kegiatan belajar mengajar mengalami kekacauan, kalau tak bisa dikatakan kacau balau. Bagaimana suasana kelas, kalau gurunya kehilangan disorientasi? Bisa-bisa terjadi "perang dunia" di dalam kelas.

Meskipun begitu, terlalu naif rasanya menyalahkan sikap guru tersebut. Memang betul, guru adalah orang yang harus dapat memantaskan diri menjadi sosok yang digugu dan ditiru. Namun di lain hal, guru juga manusia. Sebagai manusia tentunya punya sifat lemah. Dan inilah yang harus dipecahkan bersama, tak cuma monoton di lingkup pendidikan. Masyarakat dan negara memiliki andil besar. Dari masyarakat saja, ekspektasi dan tuntutan profesional guru semakin besar. Namun hal ini seringkali tak sebanding dengan daya dukung mereka.

Di pihak lain, negara sebagai regulator, masih disayangkan bertindak sebagai aktor yang membuat sesak napas guru. Bagaimana tidak, dengan kurikulum yang berubah-ubah beserta juknis yang juga gemar berubah-ubah, tak pelak membuat jeda sebentar tak terlaksana. Akhirnya guru menjadi ngos-ngosan. Belum pula urusan administrasi yang semakin membelit. Tak dapat dipungkiri menjadi pemicu sekaligus pemacu utama timbulnya keluh kesah di kalangan pendidik.

Lantas sampai kapan kondisi ini terus berlangsung? Menunggu datangnya presiden ke-60?

Padahal jika guru diberikan 'space' yang lebih longgar. Tentu mereka akan menunjukkan performa terbaiknya. Di samping itu, mereka menjadi bahagia. Padahal diketahui, bahwa guru yang bahagia, akan mengajar dengan sepenuh hati dan tentu saja menebar aura kreativitas, tidak saja di setiap sudut kelas. Tapi juga di lingkungan sekolah, masyarakat, dan meluas kemana-mana. Sungguh sesuatu yang menyenangkan bukan?

_Bojonegoro, 9 November 2018 Pukul 21.32 WIB._

Selasa, 06 November 2018

Tertatih Menuju Guru Berprestasi

Oleh: Luluk Maslukhah, S.Si, M.Pd (Guru SMK Negeri 3 Bondowoso)

Disela-sela kesibukan melaksanakan tugas kedinasan, tiba-tiba bapak Kepala TU SMK Negeri 3 Bondowoso menyodorkan selembar surat tugas kepada saya. Kali ini bukan surat tugas untuk mengikuti workshop atau pelatihan, tetapi surat tugas untuk mewakili sekolah dalam pemilihan guru berprestasi tingkat kabupaten. Membaca deadline pendaftaran peserta dengan seambrek persyaratannya membuat saya langsung lemas. Saya hanya punya waktu satu setengah hari untuk menyiapkan semuanya. MasyaAllah rasanya pengen menjerit dan menangis. Tapi apa mau dikata. “Surat cinta” sudah didapat, itu artinya saya harus berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakannya.

Perjalanan menyiapkan berkas administrasi  dan persyaratan pendaftaran tidak semulus yang dibayangkan. Laptop ngadat beberapa kali. Beberapa file yang telah ditulis tidak bisa disimpan, baik di laptop maupun di flashdisk.  Badan saya rasanya adem panas. sementara detik-detik deadline pendaftaran online kian mendekat. Saya berusaha menenangkan diri.

Saya berusaha menulis kembali file-file yang belum sempat tersimpan. Baik administrasi persyaratan maupun karya tulis ilmiah dalam bentuk best practice. Alhamdulillah dengan susah payah akhirnya saya bisa mengupload semua berkas pendaftaran di website si selak pada pukul 23.30 WIB.Tiga Puluh menit sebelum deadline pendaftaran.

Keesokan harinya, saya dikejutkan kembali dengan pesan whatsapp dari seorang sahabat. Dia mengabarkan kepada saya, tes akademik dilaksanakan esok hari pukul 08.00 di SMKN 2 Bondowoso. Sedang esok lusa dilaksanakan presentasi best practice bagi peserta yang lolos semi final. Subhanallah. Perjuangan belum selesai.  Saya harus menyiapkannya dengan baik.

Tahap demi tahap ujian saya ikuti dengan sungguh-sungguh. Mulai dari tes akademik berbasis online hingga pesentasi “Best Practice” dan wawancara. Tak disangka, pada hari yang ditentukan nama saya terpampang di website Cabang Dinas Pendidikan Bondowoso sebagai juara 3 lomba Guru Berprestasi Tingkat SMK Tahun 2018. Tidak ada yang sia-sia dalam hidup ini.  Berusahalah untuk memberikan yang terbaik, hasilnya pasrahkan sama Allah SWT.
Media Belajar Bersama
 Hasil gambar untuk belajar smile
Kelas on line XI IPS 1 Matematika Wajib silahkan bergabung di
https://classroom.google.com/u/0/w/MjQ0OTk3NTk1NDVa/t/all