Oleh : Ifa Kristiani
Kompensasi merupakan salah satu fungsi yang penting dalam manajemen sumber daya manusia, karena kompensasi merupakan salah satu aspek yang paling sensitif dalam hubungan kerja. Kasus yang terjadi dalam hubungan kerja terkait kompensasi misalnya tunjangan, kenaikan kompensasi, struktur kompensasi dan skala kompensasi. Sistem kompensasi membantu dalam memberi penguatan terhadap nilai-nilai organisasi serta memfasilitasi pencapaian tujuan organisasi. Hubungan antara perusahaan dan karyawan merupakan hubunan simbiosis mutualisme. Terjadinya hubungan pertukaran seperti ini, maka jelaslah kebutuhan perusahaan akan terpenuhi dengan kebutuhn karyawan yang terpenuhi.
Ada anggapan sementara bahwa dengan memberikan kompenasi minimum sudah merasa memenuhi ketentuan kompensasi yang berlaku, sehingga diharapkan tidak terjadi masalah berkaitan dengan kompensasi. Pemahaman seperti ini perlu diluruskan dengan memahami makna kompensasi dan sistem kompensasi secara keseluruhan.
Lebih lanjut ada pendapat yang ambigu jika sistem kompensasi di laksanakan dalam lembaga pendidikan sebagai ganti dari idiom perusahaan/organisasi. Ada anggapan jika lembaga pendidikan merupakan lembaga sosial yang tabu untuk menerapkan sistem kompensasi. Sekali lagi pemahaman seperti ini juga perlu diluruskan dengan memahami makna kompensasi dan sistem kompensasi secara keseluruhan.
- Pengertian Kompensasi
Kompensasi dapat diartikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi. Pada prinsipnya merupakan penjualan tenaga para SDM terhadap perusahaan. Namun dalam hal ini terkandung pula pengertian bahwa karyawan telah memberikan seluruh kemampuan kerjanya kepada perusahaan, maka perusahaan sewajarnya menghargai jerih payah karyawan dengan memberi balas jasa yang setimpal kepada mereka.
[1]
Hubungan antara perusahaan dan karyawan tak ubahnya hubungan antara pihak penjual dan pembeli di pasar. Perusahaan sebagai pembeli jasa menawarkan pekerjaan kepada karyawan, sedangkan karyawan bersedia menjual jasa/tenaga kepada perusahaan. Sebagai imbalan dari menjual atau memberikan tenaga ini, maka perusahaan memberikan kompensasi atas jasa tersebut.
Antara pengusaha dan karyawan memiliki sudut pandang yang berbeda tentang kompensasi. Bagi pengusaha, kompensasi merupakan bagian dari biaya produksi. Untuk mendapat keuntungan yang optimal, penggunaan biaya harus dilakukan secara efisien, sehingga kadang pengusaha cenderung menekan kompensasi seminimal mungkin. Bagi karyawan, kompensasi dipandang sebagai hak dan merupakan sumber pendapatan utama, karena itu jumlahnya harus dapat memenuhi kebutuhan untuk dirinya dan keluarganya, serta ada jaminan penerimaannya.
Pemberian kompensasi harus dijaga kelayakan dan keadilannya. Bila kompensasi yang diberikan dirasa tidak adil dan layak, kemungkinan besar tujuan dari pemberian kompensasi tidak tercapai sesuai harapan, bahkan bias menjadi bumerang, jurang pemisah antar karyawan akan tercipta yang pada akhirnya memicu konflik. Untuk mencapai tingkat keadilan dan kelayakan yang lebih baik, maka perbedaan pemberian kompensasi hanya berdasarkan kepada perbedaan kegiatan manajerial, tanggungjawab, kemampuan, pengetahuan dan produktivitas.
Kompensasi tidak hanya dapat diberikan dalam wujud uang atau yang biasa disebut sebagai
non-monetary reward (imbalan non moneter), tetapi juga dalam wujud benda atau materiil. Contoh: Setiap penggarap yang berhasil menggarap sepetak tanah, akan mendapat kompensasi seperlima dari nilai panen. Disamping uang dan materiil, kompensasi dapat pula diberikan perusahaan berupa pengakuan atau kemudahan-kemudahan bagi karyawannya. Misalnya fasilitas kesehatan/ asuransi kesehatan, fasilitas perumahan, kendaraan antar jemput, fasilitas makan siang, dan sebagainya. Kekuatan besar yang dimiliki oleh imbalan non moneter adalah terletak pada kecepatan pemberian mereka. Sebuah imbalan yang diberikan langsung setelah pencapaian kinerja memicu terjadinya keadaan karyawan mendapat pengakuan, sehingga akan memperkuat komitmen karyawan pada pekerjaan-pekerjaan yang akan datang.
[2]
- Tujuan Kompensasi
Tujuan orang bekerja adalah agar ia dapat hidup dari hasil kerjanya. Mereka mau bekerja dikarenakan mereka merasa bahwa dengan bekerja mereka akan mendapatkan kompensasi sebagai sumber rezeki untuk menghidupi dirinya beserta keluarganya. Oleh karena itu, tujuan perusahaan memberikan kompensasi kepada karyawan agar karyawan merasa terjamin sumber nafkahnya. Pemberian kompensasi yang layak bukan hanya memenuhi keinginan karyawan, tapi juga menenangkan karyawan untuk bekerja lebih tekun dan mempunyai inisiatif serta pada akhirnya membawa dampak positif bagi perusahaan.
Menurut Notoadmojo sebagaimana dikutib Edi Sutrisno, ada beberapa tujuan kompensasi yang perlu diperhatikan, yaitu ;
[3]
- Menghargai prestasi kerja
Dengan pemberian kompensasi yang memadai adalah suatu penghargaan organisasi terhadap prestasi kerja para karyawan. Selanjutnya akan mendorong perilaku-perilaku dan kinerja karyawan sesusai keinginan perusahaan, misalnya produktifitas tinggi.
- Menjamin keadilan
Sistem kompensasi yang baik akan menjamin terjadinya keadilan diantara karyawan dan organisasi.
- Mempertahankan karyawan
Dengan sistem kompensasi yang baik, karyawan akan lebih survival bekerja pada orgnisasi/perusahaan. Hal ini berarti mencegah karyawan keluar untuk mencari pekerjaan yang lebih menguntungkan.
- Memperoleh karyawan yang bermutu
Dengan sistem kompensasi yang baik akan lebih banyak menarik calon karyawan dan akan lebih banyak pula peluang untuk memperoleh karyawan yang bermutu.
- Pengendalian biaya
Dengan sistem kompensasi yang baik akan mengurangi seringnya melakukan rekrutmen sebagai akibat bongkar pasang karyawan, hal ini berarti penghematan biaya rekrutmen dan pelatihan calon karyawan.
- Memenuhi peraturan-peraturan
Suatu perusahaan yang baik dituntut adanya administrasi kompensasi yang baik yang juga merupakan tuntutan peraturan pemerintah.
- Strategi dan Sistem Kompensasi
Setiap organisasi pasti memiliki strategi kompensasi, meskipun strategi-strategi tersebut lebih sering berupa strategi yang implicit daripada eksplisit. Strategi yang implicit pada umumnya memiliki arti yang tidak memungkinkan untuk dijadikan fungsi dari strategi organisasi. Program-program kompensasi kemungkinan tidak bekerja bersama-sama dengan program lain yang dikendalikan oleh strategi organisasi. Sebagai contoh; jika keseluruhan strategi bisnis organisasi didasari oleh diferensiasi produk ataupun jasa, maka strategi kompensasi yang bersifat biaya rendah akan bekerja secara berlawanan dalam rangka mencapai strategi bisnis.
[4]
Dengan demikian strategi kompensasi dari sebuah organisasi adalah sebuah strategi yang dikendalikan, yang bergantung pada dua hal, yaitu strategi bisnis organisasi dan strategi SDM secara keseluruhan.Hal tersebut memerlukan perhatian atas budaya yang berlaku dalam organisasi bersama kendala-kendala lingkungan. Pada akhirnya strategi organisasi harus koheren secara internal, mengembangkan strategi kompensasi bergantung pada pemahaman mengenai pilihan-pilihan yang terbuka bagi organisasi dan memilih paket imbalan yang dirasa konsisten dan mendukung secara internal dari strategi organisasi lainnya.
[5]
Sistem kompensasi yang baik harus memenuhi prinsip-prinsip kunci manajemen kualitas sebagai berikut :
- Kompensasi harus berorientasi pada pelanggan (costumer driven), upah/gaji diberikan pada karyawan yang memiliki ketrampilan memuaskan kebutuhan pelanggan eksternal. Secara internal, karyawan dan manajer adalah pelanggan dalam sistem kompensasi, oleh karenanya kebutuhan dan harapan mereka juga harus dipertimbangkn dalam sistem kompensasi.
- Kompensasi harus berorientasi pada tim, maksudnya kompensasi didasarkan pada pencapaian sasaran tim, bukan sasaran individual
- Kompensasi harus dapat diukur, pengukuran digunakan untuk menentukan seberapa besar upah/gaji yang harus diberikan sebagai hasil dari kerja tim. Pengukuran harus relevan, tersdia selama proses, dan difokuskan pada apa yang penting bagi pelanggan.
- Sistem kompensasi harus mengikutsertakan partisipasi seluruh karyawan, baik secara individual maupun tim, harus berpartisipasi dalam menentukan sasaran, mengidentifikasi indicator kunci, memantau serta mengevaluasi kemajuan perkembangan. Perusahaan harus memberikan pelatihan untuk menolong karyawan dalam melakukan tugas-tugas mereka.[6]
- Kompensasi Bagi Pendidik
Lembaga pendidikan bias dikategorikan sebagai lembaga industry mulia (
noble industry) karena mengemban misi ganda yaitu profit sekaligus sosial. Misi profit , yaitu untuk mencapai keuntungan, ini dapat dicapai ketika efisiensi dan efektifitas dana bias tercapai, sehingga pemasukan lebih dari biaya operasional. Misi sosial bertujuan untuk mewariskan dan menginternalisasikan nilai luhur. Misi kedua ini dapat dicapai secara maksimal apabila lembaga pendidikan memiliki modal
human capital dan
sosial capital yang memadai dan juga memiliki keefektifan dan efisiensi yang tinggi. Itulah sebabnya mengelola lembaga pendidikan tidak hanya dibutuhkan proesionalisme tinggi tapi juga niat suci dan mental berlimpah, sama halnya dengan mengelola noble industry lainnya seperti rumah sakit, panti asuhan dan lain sebagainya.
[7]
Bertolak dari dua misi tersebut, maka lembaga pendidikn dapat diasumsikan sebagai industry/ perusahaan ,yang itu berarti pengelolaan sistem kompensasinya juga sistem kompensasi perusahaan. Tujuan kompensasi dan factor-faktor pemberian kompensasi bagi peruhaan dapat diterapkan dengan cara yang sama terhadap lembaga pendidikan. Dan itu berarti pendidik yang merupakan sumber daya pendidikan juga diasumsikan sama dengan karyawan. Maka , pendidik juga menerima kompensasi atau reward atas usahanya memberikan pendidikan.
Disis lain, lembaga pendidikan dengan misi sosial menuntut pendidik memiliki niat suci dan itu berarti mengesampingkan kompensasi atau reward. Penolakan ini dengan alasan; dengan diberikannya reward dikhawatirka mengalihkan motivasi seseorang dalam bekerja, Yakni dari semata-mata atas niat ikhlas karena Allah berganti menjadi semata-mata mengharapkan sesuatu yang bersifat materi. Kekhawatiran lainnya jika reward tersebut menjadi kebiasaan, maka pada saat tidak diberi reward, kinerjanya akan menurun. Namaun pemberian reward hendaknya di dasarkan pada prestasi kerja dan diberikan dengan penuh bijaksana, sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan.
[8]
Nada yang sama juga diungkapkan Al ghazali tentang tugas-tugas guru (pendidik)ada delapan poin, pada poin kedua disebutkan agar mendidik ditujukan semata untuk taqarrub kepada Allah dan tidak meminta upah dan bermaksud memperoleh upah serta ungkapan terimakasih, meskipun itu adalah hak yang layak bagi pendidik. Pendidik diharap lebih mengutamakan pahala menebarkan ilmu yang itu lebih banyak dari pada upah mengajar.
[9]
Daftar Pustaka
Edi Sutrisno,2009,
Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Kencana media grup
Muhaimin, Suti’ah, SugengListyo prabowo, 2011,
Manajemen pendidikan Aplikasinya dalam penyususnan Rencana pengembangan Sekolah/ madrasah, Jakarta : Predana Media Group,
Abudin Nata, 2003,
Manajemen pendidikan, mengatasi Kelemahan pendidikan Islam di Indonesia ,Jakarta : kencana Media Group,.
Abu Hamid Bin Muhammad Al Ghazali,1996,
Ihya’ Ulum Ad Din, Cairo: Maktabah Al Iman
Chris Rowley, Keith Jackson , 2012,
Manajemen Sumber Daya Manusia;The key Concepts , terjemah, Jakarta: Rajawali Press
Fandi tjiptono, Anastasia Diana,2003,
Total Quality Manajement (TQM), Yogyakarta : ANDI OFFSET
[1] Edi Sutrisno,
Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Kencana media grup, 182.
[2] Chris Rowley, Keith Jackson
, Manajemen Sumber Daya Manusia;The key Concepts , terjemah, Jakarta: Rajawali Press, 290.
[3] Edi Sutrisno,
Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Kencana media grup, 188
[4] Chris Rowley, Keith Jackson , Manajemen Sumber Daya Manusia;The key Concepts , terjemah, Jakarta: Rajawali Press, 39
[5] Ibid,40
[6] Fandi tjiptono, Anastasia Diana,
Total Quality Manajement (TQM), Yogyakarta : ANDI OFFSET, 141.
[7] Muhaimin, Suti’ah, SugengListyo prabowo,
Manajemen pendidikan Aplikasinya dalam penyususnan Rencana pengembangan Sekolah/ madrasah, Jakarta : Predana Media Group,5
[8] Abudin Nata, Manajemen pendidikan, mengatasi Kelemahan pendidikan Islam di Indonesia ,Jakarta : kencana Media Group,372.
[9] Abu Hamid Bin Muhammad Al Ghazali,
Ihya’ Ulum Ad Din, Cairo: Maktabah Al Iman, 75