Sabtu, 27 Oktober 2018

Media Belajar Bersama

Skema Baru Seleksi Masuk PTN 2019

Siaran Pers
No : 198/SP/HM/BKKP/X/2018

Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) telah menetapkan kebijakan terkait Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri Tahun 2019. Kebijakan tersebut terkait pengembangan model dan proses seleksi yang berstandar nasional dan mengacu pada prinsip adil, transparan,fleksibel, efisien, akuntabel serta sesuai perkembangan teknologi informasi di era digital. Untuk itu mulai tahun 2019 Kemenristekdikti akan memberlakukan kebijakan di bidatng seleksi penerimaan mahasiswa baru yang dilaksanakan oleh institusi bernama Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT).

LTMPT merupakan lembaga nirlaba penyelenggara tes masuk Perguruan Tinggi (PT) bagi calon mahasiswa baru. LTMPT berfungsi: (1) mengelola dan mengolah data calon mahasiswa baru untuk bahan seleksi jalur SNMPTN dan SBMPTN oleh Rektor PTN; (2) melaksanakan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK).

Menteri Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir dalam konferensi pers Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri 2019 di Ruang Sidang Utama, Gedung D Kemenristekdikti  (22/10/) menyebutkan terdapat sejumlah ketentuan baru yang berbeda dari tahun sebelumnya, termasuk sistem tes yang dilakukan peserta sebelum mendaftar ke PTN.

“Tahun 2019 mendatang Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri diselenggarakan oleh institusi bernama Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT), dan sistem pelaksanaannya pun berbeda. Kalau tahun sebelumnya peserta daftar dulu baru tes, maka ketentuan di tahun 2019 adalah tes dulu kemudian dapat nilai. Nah nilai tersebut dipakai untuk mendaftar ke perguruan tinggi negeri,” ungkap Menteri Nasir.

Beliau menambahkan, pada pelaksanaan SBMPTN 2019 hanya ada satu metode tes yaitu Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) dengan dua materi tes, yakni Tes Potensi Skolastik dan Tes Kompetensi Akademik. Mulai tahun mendatang metode Ujian Tulis Berbasis Cetak (UTBC) ditiadakan dan UTBK berbasis Android sementara belum diterapkan (masih dikembangkan).

Lebih lanjut Menteri Nasir menjelaskan pola seleksi masuk PTN tahun 2019 tetap akan dilaksanakan melalui tiga jalur yaitu, yakni SNMPTN, SBMPTN dan Ujian Mandiri, dengan masing-masing  daya tampung SNMPTN minimal 20%, SBMPTN minimal 40% dan Seleksi Mandiri maksimal 30% dari kuota daya tampung tiap prodi di PTN.

Ketua Panitia SBMPTN 2018 sekaligus Rektor Universitas Sebelas Maret Ravik Karsidi menyebutkan, Peserta Tes Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri 2019 dapat mengikuti UTBK maksimal sebanyak dua kali, dengan membayar uang pendaftaran UTBK sebanyak Rp. 200.000 pada setiap tes. Ia menambahkan peserta dapat menggunakan nilai tertingginya dalam mendaftar program studi yang diinginkan, pada dua kali UTBK, dengan jenis soal akan sama, namun pertanyaannya akan berbeda. Ia menyebutkan, hal ini bertujuan menjaring calon mahasiswa yang berkualitas serta sesuai perkembangan teknologi informasi di era digital.

Pada kesempatan tersebut tampak hadir Sekretaris Jenderal Kemenristekdikti Ainun Naim, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Intan Ahmad, Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) sekaligus rektor ITB Kadarsah Suryadi, Sekretaris panitia pelaksana SBMPTN 2018 sekaligus rektor ITS Joni Hermana, serta tamu undangan lainnya.

Read more at https://www.ristekdikti.go.id/kabar/skema-baru-seleksi-masuk-ptn-2019/#2chmRpA86oIr3b6l.99https://www.ristekdikti.go.id

Jumat, 26 Oktober 2018

Media Belajar Bersama
Apa itu STEM dalam pembelajaran Kurikulum 2013 ?
Berbagai reformasi dan inovasi dilakukan oleh sejumlah negara-negara maju untuk mewujudkan pendidikan yang berorientasi pada keterampilan abad 21. Reformasi dan inovasi tersebut antara lain adalah pendidikan STEM (STEM Education). Saat ini pendidikan STEM sedang menjadi isu yang penting dalam tren pendidikan (Kuenzi, 2008). STEM diluncurkan oleh National Science Foundation (NSF) di Amerika Serikat yang kemudian berkembang di beberapa negara lain. Di Indonesia, reformasi kurikulum persekolahan sudah diarahkan untuk membekali peserta didik pada karakteristik warga negara abad 21, namun khususnya kurikulum untuk mata pelajaran sains belum secara eksplisit mengintegrasikan STEM. Walaupun demikian, kurikulum nasional (Kurikulum 2013) memiliki semangat yang mendukung para guru dan sekolah untuk mengeksplorasi dan menerapkan STEM sebagai pendekatan pembelajaran melalui penggunaan model pembelajaran berbasis proyek (PJBL), atau model pembelajaran lainnya, seperti siklus belajar 5E dan LOI (Level of Inquiry).

.http://p4tkipa.kemdikbud.go.id/berita/detail/diklat-integrasi-stem-dalam-implementasi-kurikulum-2013


Media Belajar Bersama.

Paparan Penguatan Pendidikan Karakter

http://cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id/?wpdmpro=paparan-penguatan-pendidikan-karakter

Rabu, 24 Oktober 2018

Budi Pekerti dan Pendidikan Karakter

Budi Pekerti dan Pendidikan Karakter

Arti penting pendidikan anak usia dini (PAUD) tampaknya telah lama menjadi perhatian dunia internasional. Badan PBB di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan  (Unesco) misalnya telah mengawali program pendidikan bagi anak-anak usia dini pada tahun 1950 dan 1960, yang dikenal dengan nama World Organization for Early Chilhood Education. Setelah tiga dekade  program PAUD memperoleh perhatian yang serius, akhirnya pada 5-9 Maret 1990 diselenggarakan ”Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua” di Jomtien, Thailand, yang menghasilkan deklarasi bersama.
Dalam World Declaration on Education for All (artikel kelima tentang perluasan sarana dan cakupan pendidikan dasar) disebutkan, “belajar dimulai sejak anak lahir”.  Pernyataan ini berkenaan dengan pendidikan dan pengasuhan bagi anak sejak dini, yang bisa diberikan melalui rancangan yang melibatkan keluarga,  komunitas, atau program kelembagaan yang tepat.  
Jean Jacques Rousseau (1712-1778) misalnya pernah menyebutkan pentingnya pendidikan bagi anak sejak lahir. Rousseau juga percaya bahwa pendidikan ini harus didasarkan pada dunia alami anak-anak (the nature of children), bukan pada keinginan orang dewasa.

Dengan demikian PAUD bukan untuk menjejali anak-anak dengan berbagai macam ilmu pengetahuan dan pelajaran seperti di sekolah dasar. PAUD merupakan arena bermain bagi anak yang sedang tumbuh dalam periode emasnya (golden age) untuk mengembangkan potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pengenalan watak, perilaku baik dan pembiasaan hal-hal yang positif akan lebih mudah diserap oleh anak-anak  melalui contoh dan metode belajar yang menyenangkan, penuh warna dan sarat permainan.
Karena itu, PAUD bisa menjadi wahana kondusif  bagi pemekaran bakat, pembentukan sikap,  dan pendidikan karakter (character education). Pilihan ini strategis, selain karena peluang daya lekat dan internalisasinya bisa menyatu dalam kepribadian anak-anak, juga pendidikan karakter akan menjadi landasan yang kuat di jenjang pendidikan formal selanjutnya atau menjadi bekal berharga dalam kehidupan mereka sebagai manusia pembelajar.  Dalam kondisi pendidikan di negeri kita dewasa ini yang masih menyisakan keprihatinan dan pekerjaan rumah yang banyak,  maka pendidikan karakter menjadi keniscayaan untuk diprioritaskan.
Beberapa tahun yang lalu, ketika pusingnya dunia pendidikan di Indonesia diperbincangkan, ilmuwan Prof. Dr. Teuku Jacob (2004) pernah mengingatkan agar peranan besar pendidikan dalam pembinaan budi pekerti jangan dilupakan. Dibandingkan dengan pendidikan budi pekerti, maka pendidikan karakter lebih luas dan komprehensif. Bisa dikatakan, budi pekerti merupakan bagian dari pendidikan karakter. Karena itu beralasan jika ahli pendidikan Ratna Megawangi menyebutkan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan.
Di samping itu, pendidikan karakter bisa dipahami sebagai sebuah ”istilah payung”  (an umbrella term) yang secara umum dipakai untuk menggambarkan pengajaran anak-anak dalam suatu perangkat yang akan membantu mereka untuk berkembang sebagai makhluk personal dan makhluk sosial. Konsep ini juga meliputi pembelajaran sosial dan emosional, pengembangan penalaran moral, keterampilan hidup, dan pencegahan kekerasan.
Tanpa harus terbelenggu pada konsep dan istilah akademis yang polemis dan debatable, pendidikan karakter di PAUD bisa diselenggarakan secara bersahaja dan bijak, sesuai dengan alam pikiran anak-anak dan dunia bermainnya. Dengan ikhtiar seperti ini, maka cita-cita untuk mewujudkan anak Indonesia yang berakhlak mulia,  cerdas, sehat, dan ceria akan menjadi kenyataan. *
Asep Purnama Bahtiar, dosen FAI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta; pemerhati dunia pendidikan.http://anggunpaud.kemdikbud.go.id/index.php/berita/index/20160916095001/Budi-Pekerti-dan-Pendidikan-Karakter
http://anggunpaud.kemdikbud.go.id/index.php/berita/index/20160916095001/Budi-Pekerti-dan-Pendidikan-Karakter

Fabel dan Budi Pekerti

Fabel dan Budi Pekerti

Di setiap peradaban, ada binatang berbicara lewat tamsil. Kebudayaan dihidupkan oleh cerita-cerita binatang (fabel). Kita tidak sekadar berkunjung ke kebun binatang yang menampakkan kandang-kandang suram, tapi menuju semesta binatang yang “tidak sengaja” membagi pengalaman berpekerti. 
Pada tahun 1959, Balai Pustaka menerbitkan Dongeng-Dongeng Perumpamaan dari pengarang legendaris Jean De La Fontaine. Buku ini disadur oleh Trisno Sumardjo dan dilengkapi ilustrasi gambar oleh O. Effendi.  Ada cerita berjudul Andjing Jang PandirBetapa seringnja orang salah lihat,/ lantaran bajangan disangka hakikat./ Dalam hal ini kami ingin menuding/ para tjerita kuno tentang si andjing. Dimulailah cerita, Pahlawan kita ini menggondol daging/ dan melihat bayanganja di kolam bening,/ Pikirnja: Nah, tentu mangsaku lagi!”/ Lantas kedalam air ia mentjebur/ dan didapatnja upah hati jang dengki:/ Daging serta bajangannja lebur,/ Dan hampir tenggelam tubuhnja sendiri/ Kembali ketepi bolehlah ia bersukur,/ lantaran bebas dari harapan chajali.
Para binatang dengan segala pewatakan menjadi tempat melihat, menertawakan, atau menginsafi diri sendiri. Para binatang tidak menyampaikan pesan dengan perintah, kekerasan, kemarahan, atau doktrin yang sering bersifat memaksa. Bahkan dari kekonyolan dan kenaifan, binatang kadang menyampaikan hal-hal tentang rasa syukur dan ketamakan.
Pelbagai daerah di Indonesia akan kehilangan biografi diri tanpa cerita rakyat. Salah satunya, Cerita Rakyat Daerah Maluku (1982) yang dihimpun oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. Pemerintah berotoritas menghimpun cerita rakyat sebagai cara merawat warisan budaya. Ada fabel berjudul Kebun Milik Bersama Kera dan Kura-Kura.
Cerita bermula dari kera yang mengajak kura-kura menggarap kebun. Diputuskan keduanya berbagi tugas. Masa bercocok tanam, kura-kura mengerjakan dengan tekun setiap kebun. Kera membayar ongkos pekerjaan yang dilakukan kura-kura untuk kebunnya. Musim berbuah tiba. Kera merasa girang dan berpikir bahwa kura-kura yang tidak bisa memanjat tidak akan menikmati hasil. Bertambah hari, jagung, cabe, padi, pisang, dan terong raib dicuri kera. Saat kura-kura mengadu, kera berpura-pura tidak tahu. Akhirnya, kura-kura memergoki kera yang tengah mengambil pisang. Kera pun terhukum untuk membayar kerugian atas segala kerja kura-kura.
Fabel tidak selalu langsung mennyerukan hikmah secara kolektif layaknya ceramah-ceramah. Binatang adalah khasanah yang amat dekat dengan anak-anak. Binatang berbicara tentang kejujuran, rasa cukup, keserakahan, tanggung jawab, dan kerja keras. Guru dan orang tua bisa belajar dari fabel.         
Sebelum kebun binatang merebut dan mengurung konsepsi kebinatangan kita, tamsil telah ada sebagai ingatan cara mencipta sifat diri. Binatang tidak sekadar simbol dalam iklan, logo, tontonan, kemasan, hiasan ruang, atau hidangan. Namun, juga makna yang memberi siraman pekerti.
Ditulis oleh:Setyaningsih, penulis buku Melulu Buku (2015).
http://anggunpaud.kemdikbud.go.id/index.php/berita/budi_pekerti/

Mekanisme NUPTK

Mekanisme NUPTK

Dalam proses penerbitan/penonaktifan NUPTK para GTK dapat mengetahui dan memantau progres dari proses penerbitan/penonaktifan NUPTK yang dilakukan di setiap simpul operator (Sekolah, Disdik, LPMP, dan PDSPK) maka dapat ditelusuri berdasarkan mekanisme yang sudah disepakati baik di lingkungan Kemendikbud, Dinas Pendidikan, maupun Sekolah. Berikut mekanisme penerbitan,penonaktifan dan reaktivasi NUPTK
http://gtk.data.kemdikbud.go.id/Home/Mekanismehttp://gtk.data.kemdikbud.go.id/Home/Mekanisme

Seleksi CPNS Berbasis Komputer Dilaksanakan Serentak Mulai Pekan keempat Oktober 2018

http://www.bkn.go.id/berita/seleksi-cpns-berbasis-komputer-dilaksanakan-serentak-mulai-pekan-keempat-oktober-2018

Sebelum ikut SKD CPNS, Pelamar Perlu Pahami Tiga Item yang Diujikan


Sebelum ikut SKD CPNS, Pelamar Perlu Pahami Tiga Item yang Diujikanhttp://www.bkn.go.id/berita/sebelum-ikut-skd-pelamar-perlu-pahami-tiga-item-yang-diujikan

Senin, 22 Oktober 2018

Kompensasi Bagi Pendidik

Oleh : Ifa Kristiani
Kompensasi merupakan salah satu fungsi yang penting dalam manajemen sumber daya manusia, karena kompensasi merupakan salah satu aspek yang paling sensitif dalam hubungan kerja. Kasus yang terjadi dalam hubungan kerja terkait kompensasi misalnya tunjangan, kenaikan kompensasi, struktur kompensasi dan skala kompensasi. Sistem kompensasi membantu dalam memberi penguatan terhadap nilai-nilai organisasi serta memfasilitasi pencapaian tujuan organisasi. Hubungan antara perusahaan dan karyawan merupakan hubunan simbiosis mutualisme. Terjadinya hubungan pertukaran seperti ini, maka jelaslah kebutuhan perusahaan akan terpenuhi dengan kebutuhn karyawan yang terpenuhi.
Ada anggapan sementara bahwa dengan memberikan kompenasi minimum sudah merasa memenuhi ketentuan kompensasi yang berlaku, sehingga diharapkan tidak terjadi masalah berkaitan dengan kompensasi. Pemahaman seperti ini perlu diluruskan dengan memahami makna kompensasi dan sistem kompensasi secara keseluruhan.
Lebih lanjut ada pendapat yang ambigu jika sistem kompensasi di laksanakan dalam lembaga pendidikan sebagai ganti dari idiom perusahaan/organisasi. Ada anggapan jika lembaga pendidikan merupakan lembaga sosial yang tabu untuk menerapkan sistem kompensasi. Sekali lagi pemahaman seperti ini juga perlu diluruskan dengan memahami makna kompensasi dan sistem kompensasi secara keseluruhan.

  1. Pengertian Kompensasi
Kompensasi dapat diartikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi. Pada prinsipnya  merupakan penjualan tenaga para SDM terhadap perusahaan. Namun dalam hal ini terkandung pula pengertian bahwa karyawan telah memberikan seluruh kemampuan kerjanya kepada perusahaan, maka perusahaan sewajarnya menghargai jerih payah karyawan dengan memberi balas jasa yang setimpal kepada mereka.[1]
Hubungan antara perusahaan dan karyawan tak ubahnya hubungan antara pihak penjual dan pembeli di pasar. Perusahaan sebagai pembeli jasa menawarkan pekerjaan kepada karyawan, sedangkan karyawan bersedia menjual jasa/tenaga kepada perusahaan. Sebagai imbalan dari menjual atau memberikan tenaga ini, maka perusahaan memberikan kompensasi atas jasa tersebut.
Antara pengusaha dan karyawan memiliki sudut pandang yang berbeda tentang kompensasi. Bagi pengusaha, kompensasi merupakan bagian dari biaya produksi. Untuk mendapat keuntungan yang optimal, penggunaan biaya harus dilakukan secara efisien, sehingga kadang pengusaha cenderung menekan kompensasi seminimal mungkin. Bagi karyawan, kompensasi dipandang sebagai hak dan merupakan sumber pendapatan utama, karena itu jumlahnya harus dapat memenuhi kebutuhan untuk dirinya dan keluarganya, serta ada jaminan penerimaannya.
Pemberian kompensasi harus dijaga kelayakan dan keadilannya. Bila kompensasi yang diberikan dirasa tidak adil dan layak, kemungkinan besar tujuan dari pemberian kompensasi tidak tercapai sesuai harapan, bahkan bias menjadi bumerang, jurang pemisah antar karyawan akan tercipta yang pada akhirnya memicu konflik. Untuk mencapai tingkat keadilan dan kelayakan yang lebih baik, maka perbedaan pemberian kompensasi hanya berdasarkan kepada perbedaan kegiatan manajerial, tanggungjawab, kemampuan, pengetahuan dan produktivitas.
Kompensasi tidak hanya dapat diberikan dalam wujud uang  atau yang biasa disebut sebagai non-monetary reward (imbalan non moneter), tetapi juga dalam wujud benda atau materiil. Contoh: Setiap penggarap yang berhasil menggarap sepetak tanah, akan mendapat kompensasi seperlima dari nilai panen. Disamping uang dan materiil, kompensasi dapat pula diberikan perusahaan berupa pengakuan atau kemudahan-kemudahan bagi karyawannya. Misalnya fasilitas kesehatan/ asuransi kesehatan, fasilitas perumahan, kendaraan antar jemput, fasilitas makan siang, dan sebagainya. Kekuatan besar yang dimiliki oleh imbalan non moneter adalah terletak pada kecepatan pemberian mereka. Sebuah imbalan yang diberikan langsung setelah pencapaian kinerja memicu terjadinya keadaan karyawan mendapat pengakuan, sehingga akan memperkuat komitmen karyawan pada pekerjaan-pekerjaan yang akan datang.[2]

  1. Tujuan Kompensasi
Tujuan orang bekerja adalah agar ia dapat hidup dari hasil kerjanya. Mereka mau bekerja dikarenakan mereka merasa bahwa dengan bekerja mereka akan mendapatkan kompensasi sebagai sumber rezeki untuk menghidupi dirinya beserta keluarganya. Oleh karena itu, tujuan perusahaan memberikan kompensasi kepada karyawan agar karyawan merasa terjamin sumber nafkahnya. Pemberian kompensasi yang layak bukan hanya memenuhi keinginan karyawan, tapi juga menenangkan karyawan untuk bekerja lebih tekun dan mempunyai inisiatif serta pada akhirnya membawa dampak positif bagi perusahaan.
Menurut Notoadmojo sebagaimana dikutib Edi Sutrisno, ada beberapa tujuan kompensasi yang perlu diperhatikan, yaitu ;[3]
  1. Menghargai prestasi kerja
Dengan pemberian kompensasi yang memadai adalah suatu penghargaan organisasi terhadap prestasi kerja para karyawan. Selanjutnya akan mendorong perilaku-perilaku dan kinerja karyawan sesusai keinginan perusahaan, misalnya produktifitas tinggi.
  1. Menjamin keadilan
Sistem kompensasi yang baik akan menjamin terjadinya keadilan diantara karyawan dan organisasi.
  1. Mempertahankan karyawan
Dengan sistem kompensasi yang baik, karyawan akan lebih survival bekerja pada orgnisasi/perusahaan. Hal ini berarti mencegah karyawan keluar untuk mencari  pekerjaan yang lebih menguntungkan.
  1. Memperoleh karyawan yang bermutu
Dengan sistem kompensasi yang baik akan lebih banyak menarik calon karyawan dan akan lebih banyak pula peluang untuk memperoleh karyawan yang bermutu.
  1. Pengendalian biaya
Dengan sistem kompensasi yang baik akan mengurangi seringnya melakukan rekrutmen sebagai akibat bongkar pasang karyawan, hal ini berarti penghematan biaya rekrutmen dan pelatihan calon karyawan.
  1. Memenuhi peraturan-peraturan
Suatu perusahaan yang baik dituntut adanya administrasi kompensasi yang baik yang juga merupakan tuntutan peraturan pemerintah.

  1. Strategi dan Sistem Kompensasi
Setiap organisasi pasti memiliki strategi kompensasi, meskipun strategi-strategi tersebut lebih sering berupa strategi yang implicit daripada eksplisit. Strategi yang implicit pada umumnya memiliki arti yang tidak memungkinkan untuk dijadikan fungsi dari strategi organisasi. Program-program kompensasi kemungkinan tidak bekerja bersama-sama dengan program lain yang dikendalikan oleh strategi organisasi. Sebagai contoh; jika keseluruhan strategi bisnis organisasi didasari oleh diferensiasi produk ataupun jasa, maka strategi kompensasi yang bersifat biaya rendah akan bekerja secara berlawanan dalam rangka mencapai strategi bisnis.[4]
Dengan demikian strategi kompensasi dari sebuah organisasi adalah sebuah strategi yang dikendalikan, yang bergantung pada dua hal, yaitu strategi bisnis organisasi dan strategi SDM secara keseluruhan.Hal tersebut memerlukan perhatian atas budaya yang berlaku dalam organisasi bersama kendala-kendala lingkungan. Pada akhirnya strategi organisasi harus koheren secara internal, mengembangkan strategi kompensasi bergantung pada pemahaman mengenai pilihan-pilihan yang terbuka bagi organisasi dan memilih paket imbalan yang dirasa konsisten dan mendukung secara internal dari strategi organisasi lainnya.[5]
Sistem kompensasi yang baik harus memenuhi prinsip-prinsip kunci manajemen kualitas sebagai berikut :
  1. Kompensasi harus berorientasi pada pelanggan (costumer driven), upah/gaji diberikan pada karyawan yang memiliki ketrampilan memuaskan kebutuhan pelanggan eksternal. Secara internal, karyawan dan manajer adalah pelanggan dalam sistem kompensasi, oleh karenanya kebutuhan dan harapan mereka juga harus dipertimbangkn dalam sistem kompensasi.
  2. Kompensasi harus berorientasi pada tim, maksudnya kompensasi didasarkan pada pencapaian sasaran tim, bukan sasaran individual
  3. Kompensasi harus dapat diukur, pengukuran digunakan untuk menentukan seberapa besar upah/gaji yang harus diberikan sebagai hasil dari kerja tim. Pengukuran harus relevan, tersdia selama proses, dan difokuskan pada apa yang penting bagi pelanggan.
  4. Sistem kompensasi harus mengikutsertakan partisipasi seluruh karyawan, baik secara individual maupun tim, harus berpartisipasi dalam menentukan sasaran, mengidentifikasi indicator kunci, memantau serta mengevaluasi kemajuan perkembangan. Perusahaan harus memberikan pelatihan untuk menolong karyawan dalam melakukan tugas-tugas mereka.[6]

  1. Kompensasi Bagi Pendidik
Lembaga pendidikan bias dikategorikan sebagai lembaga industry mulia (noble industry) karena mengemban misi ganda yaitu profit sekaligus sosial. Misi profit , yaitu untuk mencapai keuntungan, ini dapat dicapai ketika efisiensi dan efektifitas dana bias tercapai, sehingga pemasukan lebih dari biaya operasional. Misi sosial bertujuan untuk mewariskan dan menginternalisasikan nilai luhur. Misi kedua ini dapat dicapai secara maksimal apabila lembaga pendidikan memiliki modal human capital dan sosial capital yang memadai dan juga memiliki keefektifan dan efisiensi yang tinggi. Itulah sebabnya mengelola lembaga pendidikan tidak hanya dibutuhkan proesionalisme tinggi tapi juga niat suci dan mental berlimpah, sama halnya dengan mengelola noble industry lainnya seperti rumah sakit, panti asuhan dan lain sebagainya.[7]
Bertolak dari dua misi tersebut, maka lembaga pendidikn dapat diasumsikan sebagai industry/ perusahaan ,yang itu berarti pengelolaan sistem kompensasinya juga sistem kompensasi perusahaan. Tujuan kompensasi dan factor-faktor pemberian kompensasi bagi peruhaan dapat diterapkan dengan cara yang sama terhadap lembaga pendidikan. Dan itu berarti pendidik yang merupakan sumber daya pendidikan juga diasumsikan sama dengan karyawan. Maka , pendidik juga menerima kompensasi atau reward atas usahanya memberikan pendidikan.
Disis lain, lembaga pendidikan dengan misi sosial menuntut pendidik memiliki niat suci dan itu berarti mengesampingkan kompensasi atau reward. Penolakan ini dengan alasan; dengan diberikannya reward dikhawatirka mengalihkan motivasi seseorang dalam bekerja, Yakni dari semata-mata atas niat ikhlas karena Allah berganti menjadi semata-mata mengharapkan sesuatu yang bersifat materi. Kekhawatiran lainnya jika reward tersebut menjadi kebiasaan, maka pada saat tidak diberi reward, kinerjanya akan menurun. Namaun pemberian reward hendaknya di dasarkan pada prestasi kerja dan diberikan dengan penuh bijaksana, sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan.[8]
Nada yang sama juga diungkapkan Al ghazali tentang tugas-tugas guru (pendidik)ada delapan poin, pada poin kedua disebutkan agar mendidik ditujukan semata untuk taqarrub kepada Allah dan tidak meminta upah dan bermaksud memperoleh upah serta ungkapan terimakasih, meskipun itu adalah hak yang layak bagi pendidik. Pendidik diharap lebih mengutamakan pahala menebarkan ilmu yang itu lebih banyak dari pada upah mengajar.[9]



Daftar Pustaka

Edi Sutrisno,2009, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Kencana media grup
Muhaimin, Suti’ah, SugengListyo prabowo, 2011, Manajemen pendidikan Aplikasinya dalam penyususnan Rencana pengembangan Sekolah/ madrasah, Jakarta : Predana Media Group,
Abudin Nata, 2003, Manajemen pendidikan, mengatasi Kelemahan pendidikan Islam di Indonesia ,Jakarta : kencana Media Group,.
Abu Hamid Bin Muhammad Al Ghazali,1996, Ihya’ Ulum Ad Din, Cairo: Maktabah Al Iman
Chris Rowley, Keith Jackson , 2012, Manajemen Sumber Daya Manusia;The key Concepts , terjemah, Jakarta: Rajawali Press
Fandi tjiptono, Anastasia Diana,2003,  Total Quality Manajement (TQM), Yogyakarta : ANDI OFFSET
[1] Edi Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Kencana media grup, 182.
[2] Chris Rowley, Keith Jackson , Manajemen Sumber Daya Manusia;The key Concepts , terjemah, Jakarta: Rajawali Press, 290.
[3] Edi Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Kencana media grup, 188
[4] Chris Rowley, Keith Jackson , Manajemen Sumber Daya Manusia;The key Concepts , terjemah, Jakarta: Rajawali Press, 39
[5] Ibid,40
[6] Fandi tjiptono, Anastasia Diana, Total Quality Manajement (TQM), Yogyakarta : ANDI OFFSET, 141.
[7] Muhaimin, Suti’ah, SugengListyo prabowo, Manajemen pendidikan Aplikasinya dalam penyususnan Rencana pengembangan Sekolah/ madrasah, Jakarta : Predana Media Group,5
[8] Abudin Nata, Manajemen pendidikan, mengatasi Kelemahan pendidikan Islam di Indonesia ,Jakarta : kencana Media Group,372.
[9] Abu Hamid Bin Muhammad Al Ghazali, Ihya’ Ulum Ad Din, Cairo: Maktabah Al Iman, 75

Cara Mudah Mengedukasi Siswa Bijak Menggunakan Gagdet

Oleh: Luluk Maslukhah, S.Si, M.Pd
(Guru SMK Negeri 3 Bondowoso)
Ketika berbicara tentang gadget, hampir tak bisa dipisahkan dengan internet dan dunia maya. Pesona dunia maya sungguh luar biasa. Daya pikatnya begitu menggoda hingga dapat menaklukkan semua orang. Orang Tua, muda, miskin, kaya, terpelajar maupun tidak terpelajar semuanya tak bisa menjauhkan diri dari gadget. Bahkan termasuk siswa kita.
Siswa kita saat ini lahir dengan sebutan generasi z. Generasi yang lahir antara tahun 1995-2010. Mereka lahir saat teknologi web, internet, smart phone, laptop, wifi, dan media digital telah hadir di tengah-tengah kita. Hampir dapat dipastikan sebagian besar dari mereka sangat familiar dengan gadget dan dunia maya. Sebagian orang tua terkagum-kagum dengan kepiawaian putra-putri mereka dalam mengoperasikan gadget dan berselancar di dunia maya, Namun sebaliknya tidak sedikit orang tua yang “memasang kuda-kuda” demi menjaga “keamanan” buah hatinya.
Dunia maya ibarat pasar. Segalanya ada. Mau yang baik, buruk, gratis, mahal, mudah, sulit semuanya tersedia. Semua tergantung kita, mau pilih yang mana. Tentu saja dengan segala konsekuensi yang siap kita tanggung. Bagi siswa kita, memilih konten terbaik bukanlah perkara mudah. Mengingat tidak sedikit dari mereka yang belum paham baik buruknya memanfaatkan teknologi informasi. Disinilah guru berperan penting dalam mengedukasi peserta didiknya. Tentunya dengan pola komunikasi yang mengedepankan nilai-nilai kasih sayang dan penghargaan kepada mereka.
Beberapa poin penting yang perlu disampaikan guru dalam mengenalkan baik buruk teknologi informasi, khususnya gadget dan internet kepada siswa antara lain:
Gadget dan internet bersifat netral, bisa untuk kebaikan sekaligus keburukan. Guru perlu menegaskan kepada siswa bahwa segala yang kita perbuat didunia ini selalu dimintai pertanggung jawaban oleh Allah, termasuk ketika kita mengoperasikan gadget dan internet. Standarnya adalah aturan Allah. Jika menurut Allah baik maka lakukanlah, sebaliknya jika menurut Allah buruk maka jauhilah.
Etika berkomunikasi sama pentingnya baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Karena tidak berhadapan langsung secara fisik dengan lawan bicara kita, bukan berarti kita boleh berkomunikasi tanpa etika. Demikian pula berkaitan dengan status yang kita buat di sosmed, benar-benar harus dihindari status yang bersifat sangat pribadi atau bahkan mengumbar aib diri sendiri maupun orang lain. Ingat, segala yang kita posting di dunia maya “tidak pernah bisa dihapus” dan publik bisa mengaksesnya kapan saja dan dimana saja. Allah saja selalu menjaga aib-aib kita, lalu kenapa kita sendiri yang membukanya?.
Guru perlu menyampaikan kepada peserta didik bahwa teknologi gadget dan internet merupakan pencapaian penting dalam peradaban manusia. Pencapaian ini seharusnya menjadikan manusia makin beradab. Bukan malah makin merosot akhlaknya, makin liar tingkah lakunya. Jangan sekali-kali membuka situs porno meski hanya sekedar “mengintip”. Ingat pornografi ibarat candu. Sekali mengakses akan sangat sulit menghindarinya. Belum lagi ekses yang mungkin ditimbulkan bisa membuat kita rugi dunia akhirat.
Harus disadarkan kepada peserta didik bahwa kita lebih banyak hidup di dunia nyata. Bukan didunia maya. Bercengkramalah dengan dunia maya sekedarnya saja tentunya untuk hal-hal positif. Jangan sampai kita menjadi “manusia online” yang menempatkan gadget dan internet di hati bukan di tangan.
Guru perlu menegaskan kepada peserta didik untuk menggunkan gadget dan internet hanya untuk kebaikan, seperti mengakses berita terkini untuk meningkatkan valensi diri atau memanfaatkan fitur-fitur bisnis online untuk memudahkan kita menjadi entrepreneur muda.
Semoga bermanfaat.
Salam literasi!
Bondowoso, 31 Juli 2018.

Logika Kebenaran Perkalian




 

Disela-sela proses kegiatan belajar mengajar, satu anak dari 30 siswa "nyletuk" bertanya kepada gurunya.

Siswa : Pak,.... boleh saya bertanya ?

Guru  : iya mas....silahkan.

Siswa : Pak....dari sejak saya dibangku SD sudah diajari tentang perkalian. Bahkan di SMP berulang ulang kali di terangkan dan bolak balik menjadi soal ketika saya ujian. Kenapa positif dikali positif hasilnya posistif, positif dikali negatif hasilnya negatif, positif dikali negatif juga hasilnya negatif dan negatif dikali negatif hasilnya positif.????

Guru : (Sejenak terdiam) kemudian.......

Begini nak..... dalam kehidupan ini beranilah kamu "sesuatu yang benar kau katakan benar maka kamu benar, sesuatu yang benar kau katakan salah maka kau salah, sesuatu yang salah kau katakan benar maka kau salah dan yang terakhir sesuatu yang salah kau katakan salah maka tindakanmu benar.

Siswa  :.......Hmmmmmm..iya.iya...benar juga pak

Terimakasih......(filosofi sederhana operasi perkalian)