Sabtu, 05 Oktober 2019

5 RESEP DISIPLIN ALA RASULULLAH SAW

"Perintahkan anakmu supaya shalat ketika berumur 7 tahun  dan pukullah  mereka (jika tidak mau shalat) ketika berumur 10 tahun, serta pisahkanlah  mereka dalam  tempat tidurnya".HR.Abu Dawud, Al Hakim dan Baihaiqi).
 
Memaknai hadist diatas jangan langsung bawa tongkat atau cambuk jika anak tidak shalat setelah umur 10 tahun. Karena nabi memerintahkan hal itu melalui sebuah latihan pembiasaan selama 3 tahun. Yaitu sejak anak umur 7 tahun sampai dengan 10 tahun. Lalu apa saja yang harus dilakukan agar anak tidak perlu dipukul dan secara sadar shalat tanpa membantah jika sudah waktunya ? Ini dia 5 resep Nabi Muhammad SAW dalam mendisiplinkan anak. 


1. Menanamkan Akidah Sebagai Pondasi.
Dalam Alquran, seorang ayah yang sholih bernama Luqman Al Hakim pertama kali menasehati anaknya adalah sebagai berikut : 
" Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman besar". 
Bermodal akidah yang kokoh maka kedisiplinan dalam menunaikan perintah Allah akan memicu anak untuk disiplin dan istiqomah dalam  berbagai aspek kehidupan. Jadi tanamkan sejak usia dini bahwa kalimat tauhid yang harus mereka jaga sampai mati adalah " La ilaha illallah, Muhammad Rasulullah. 

2. Membiasakan Anak Rutin Beribadah
Tidak ada jaminan bahwa orangtua yang soleh dan taat ibadah akan mempunyai anak yang sama tingkat ibadahnya dengan orangtuanya. Begitupun sebaliknya, ada orangtua yang jarang ibadah tapi anaknya adalah ahli ibadah. Oleh karena itu apabila sebagai orangtua sudah merasa baik ibadahnya tidak boleh abai dalam mengingatkan anak untuk disiplin beribadah. Sedangkan  bagi orangtua yang masih labil dalam beribadah, ingatlah bahwa anak mencontoh dari orangtuanya. Jika ingin punya anak yang rajin beribadah maka perbaiki dulu ibadahnya. 
Salah satu ibadah yang wajib dilakukan bagi seorang muslim adalah shalat. Shalat  merupakan tiang ibadah. Jika seseorang sudah menyia-nyiakan kewajiban shalat maka pasti kewajiban lainnya juga lebih parah lagi alias tidak dikerjakan.  Ajak anak ke mesjid, jelaskan kenapa harus shalat, berikan perlengkapan shalat yang menarik sesuai usia anak. 

3. Mengenalkan Ahlak  Terpuji 
Mengajarkan ahlakul karimah (mulia) kepada anak adalah hal penting yang harus dilakukan sejak usia dini.  Rasulullah bersabda : “ Yang terbaik diantara kalian adalah yang terbaik ahlaknya”.   Manusia yang punya ilmu tinggi tapi tidak berahlak maka ilmunya tidak akan  bermanfaat tapi malah dimanfaatkan untuk berbuat kejahatan pada sesama. 
Cara mengajarkan ahlakul karimah ini adalah dengan pembiasaan. Pertama biasakan orangtua menemani anaknya saat aktivitas harian. Saat anak makan  ajak anak untuk berdoa sebelum makan, ajarkan cara makan  yang baik yaitu dengan tangan kanan.   Ketika anak ingin ke kemar mandi ajarkan doa ke kamar mandi. Apabila mau tidur bacakan cerita tentang kisah kisah teladan yang bisa dicontoh anak dan tak lupa ajarkan pula doa sebelum tidur. 
Kedua adalah memberi teladan. Yaitu dengan cara mencontohkan langsung kepada anak bagaimana tingkah laku yang baik itu. Janganlah orangtua menyuruh anaknya belajar sementara dirinya sibuk nonton TV atau pegang gawai. Saat menyuruh anak shalat maka ajaklah berjamaah. Jika meminta anak mengaji, maka orangtua juga ada di sebelahnya mendampingi.
Sebuah syair tentang keteladanan orangtua yang saya ambil dari buku “Gantungkan Cambuk Di Rumahmu” karya Asadulloh Al-Faruq ini cukup kena di hati. Bahwa sebagai orangtua kita adalah guru pertama untuk anak anak kita.  Maka sebagai guru sudah seharusnya memperbaiki ahlak dan juga terus belajar agar ilmu yang diberikan sesuuai perkembangan anak setiap waktu. Begini syairnya, 
Wahai yang menjadi guru orang lain
Perhatikanlah dirimu, sebab iapun butuh pengajaran
Engkau tentukan obat untuk yang sakit agar Ia sehat
Sedang engkau sendiri dalam derita
Mulailah dari dirimu sendiri
Cegahlah dirimu dari penyimpangan
Jika Ia telah bersih darinya maka Engkaulah si bijak itu.
Yang kan didengar setiap katanya dan dicontoh semua perilakunya
Saat itulah pengajaranmu memberikan arti

4. Membuat Anak Menghargai Waktu.
Sering kita menemukan anak balita yang terjaga di jam 12 malam saat yang lain sedang lelap tertidur. Jika hal ini dibiarkan terus maka anak lama kelamaan akan selalu terjaga saat tengah malam. Tentunya hal ini mengganggu waktu Istirahat orangtua dan keluarga lainnya. Oleh karena itu, sejak balita anak harus diajarkan pembagian waktu yang benar. Islam sudah dengan sempurnanya membagi waktu dalam satu hari selama 24 jam itu dengan panggilan waktu shalat. Misalnya Bangun subuh lalu melaksanakan shalat Subuh. Waktu Istirahat di siang hari setelah melaksanakan shalat Dzuhur. Habis shalat ashar waktunya bermain.  Saatnya belajar dan mengaji setelah shalat Magrib sampai lsya. Jika ini diterapkan pada anak sejak usia dini pastinya anak akan terbiasa hingga dia dewasa dan Insya Allah shalatnya juga terjaga. Sebab sebelum melalukan aktifitas apapun maka harus mendahulukan shalat.  
Selain itu orangtua juga harus mendisiplinkan  waktu tidur anak, misal sepakati dengan pasangan bahwa semua aktifitas harus selesai jam 9 malam. Tidak ada lagi yang mengerjakan apapun selain mengantar anak untuk pergi tidur. Waktu tidur adalah waktu istirahat yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.  Buatlah rutinitas seperti gosok gigi, cuci tangan dan kaki , berwudhu dan baca buku sebelum tidur. Jangan lupa setelah baca buku anak diajak  berdoa. Dengan demikian anak-anak akan menutup harinya dengan manis bersama sebuah ilmu yang didapatkan dari membaca buku.
Manfaat mengajarkan anak menghargai waktu akan terasa saat anak dewasa nanti. Anak akan  dmenjadi manusia yang menghargai janji dan bersikap disiplin dalam hidupnya. Rasulullah SAW Adalah teladan paling baik dalam hal menghargai waktu. Beliau membagi waktu setiap harinya menjadi 3 bagian yang hampir sama besar yaitu sepertiga waktu untuk umatnya, sepertiga waktu untuk diri dan keluarganya, serta sepertiga waktu untuk Allah SWT.

5. Memberikan Konsekuensi Sebagai Pengganti Hukuman
Jika anak melakukan kesalahan atau tidak mengikuti aturan sesungguhnya itu karena anak lebih banyak tidak tahu daripada tahu. Jadi tugas orangtualah yang memberi penjelasan mana hal yang boleh dan tidak boleh serta menunjukkan apa konsekuensinya jika anak melakukan apa yang dilarang. Konsekuensi tidak boleh menakut-nakuti anak. Misal, anak dilarang main ke dekat sungai lalu orangtua menakut-nakuti dengan mengatakan di sungai ada buaya pemakan manusia. Padahal tidak ada.
Konsekuensi yang baik adalah yang tetap bermanfaat bagi anak. Misal jika anak tetap pergi ke sungai tanpa ijin dari orangtuanya maka anak harus mencuci pakaiannya sendiri, atau dicabut hak mainnya pada siang hari dan harus diam di rumah bantu orangtua cuci piring, ngepel atau lainnya. Jadi sebuah konsekuensi tetap punya unsur edukasi dan mengandung kebaikan  untuk anak itu sendiri.
Dalam hal shalat, jika anak tidak mau shalat secara syari diperkenankan untuk menghukum anak agar bergegas shalat jika sudah 10 tahun. Apabila anak tidak mau shalat ingatkan lagi tentang pentingnya shalat dan konsekuensinya  dari orangtua maupun hukuman dari Allah SWT di akhirat kelak. Anda juga bisa bilang pada anak bahwa anda ingin satu keluarga  bisa berkumpul di surganya Allah SWT. Jadi kalau ada anak yang tidak mau shalat dan dimasukkan ke neraka sama Allah SWT bagaimana sedihnya keluarga yg lain karena tidak bisa bersama di surga. Padahal hidup yang paling kekal adalah di Surga. 
Sentuhlah hati anak, berikan siraman agama, dan jadilah teladan idola anak agar anak tidak perlu didik dengan kekerasan. 
Bismillah... yuk kita mulai dari sekarang. Menjadi orangtua memang harus selalu belajar, begitupun dengan saya. Semoga tulisan ini menjadi pengingat untuk diri saya sendiri, apabila bermanfaat silahkan bagikan kepada orangtua lainnya. 

Deassy M Destiani, 
Guru Paud dan penulis

STRATEGI PEMBELAJARAN ABAD 21

Media Belajar Bersama

STRATEGI PEMBELAJARAN ABAD 21

STRATEGI PEMBELAJARAN ABAD 21
Harli Trisdiono
Widyaiswara Muda
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Prov. D.I. Yogyakarta
Abstrak
Perkembangan dunia abad 21 ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam segala segi kehidupan, termasuk dalam proses pembelajaran. Dunia kerja menuntut perubahan kompetensi. Kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berkolaborasi menjadi kompetensi penting dalam memasuki kehidupan abad 21. Sekolah dituntut mampu menyiapkan siswa memasuki abad 21.
Subjek abad 21 terdiri atas bahasa inggris (bahasa resmi masing-masing negara), bahasa pergaulan dunia, seni, matematika, ekonomi, pengetahuan alam (science), geografi, sejarah, pemerintahan, dan kewarganegaraan. Sedangkan tema abad 21 mencakup kesadaran globalliterasi keuanganekonomibisnis dan wirausaha; kesadaran sebagai warga negara; literasi kesehatan; dan literasi lingkungan.
Taksonomi Bloom sebagai acuan dalam tujuan pembelajaran menyangkut dimensi pengetahuan dan proses kognitif. Dimensi pengetahuan mencakup faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. Proses kognitif terdiri atas 1) mengingat (remember)2) memahami (understand); 3) menerapkan (apply); 4) menganalisis (analyze); 5) evaluasi (evaluate); dan 6) menciptakan (create). Dimensi pengetahuan dan proses kognitif menjadi landasan dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran, sehingga tersusun strategi pembelajaran abad 21.
Kata Kunci: kecakapan abad 21, taksonomi bloom, subjek dan tema abad 21, strategi pembelajaran abad 21.
Pendahuluan
Perkembangan dunia abad 21 ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam segala segi kehidupan. Teknologi menghubungkan dunia yang melampaui sekat-sekat geografis sehingga dunia menjadi tanpa batas. Teknologi transportasi udara memberikan kemudahan menempuh perjalanan panjang. Media on-line beritasatu.com merilis waktu tempuh Newark – Singapura sejauh 9.535 mil dengan penerbangan non-stop selama 18 jam. Melalui media televisi, kejadian di suatu tempat dapat secara langsung diketahui dan dilihat di tempat lain yang berjarak sangat jauh pada waktu bersamaan. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi melalui internet memberi kemudahan pengiriman uang pada waktu yang sangat singkat, bahkan real time. Perkembangan teknologi menjadikan terjadinya perubahan kualifikasi dan kompetensi tenaga kerja.
Kang, Kim, Kim & You ( 2012) mencatat bahwa perubahan standar kinerja akademik terjadi seiring dengan perkembangan teknologi informasi komunikasi (TIK) dan pertumbuhan ekonomi global. Perubahan standar menuntut penyesuaian dunia pendidikan dalam menyiapkan peserta didik. Tekonologi informasi dan komunikasi memudahkan komunikasi antar anggota masyarakat dan dunia kerja yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Pertumbuhan ekonomi global menuntut persaingan yang semakin ketat dalam setiap aspek kehidupan, pasar tidak lagi dibatasi oleh sekat-sekat geografis, namun dusah menjadi pasar global. Siswa abad 21 perlu dibekali dengan kemampuan TIK dan mencermati perkembangan ekonomi global. Proses pembelajaran harus mengakomodir hal tersebut.
Rotherdam & Willingham (2009) mencatat bahwa kesuksesan seorang siswa tergantung pada kecakapan abad 21, sehingga siswa harus belajar untuk memilikinya. Partnership for 21st Century Skillsmengidentifikasi kecakapan abad 21 meliputi : berpikir kritispemecahan masalahkomunikasi dan kolaborasi. Berpikir kritis berarti siswa mampu mensikapi ilmu dan pengetahuan dengan kritis, mampu memanfaatkan untuk kemanusiaan. Trampil memecahkan masalah berarti mampu mengatasi permasalahan yang dihadapinya dalam proses kegiatan belajar sebagai wahana berlatih menghadapi permasalahan yang lebih besar dalam kehidupannya. Ketrampilan komunikasi merujuk pada kemampuan mengidentifikasi, mengakses, memanfaatkan dan memgoptimalkan perangkat dan teknik komunikasi untuk menerima dan menyampaikan informasi kepada pihak lain. Terampil kolaborasi berarti mampu menjalin kerjasama dengan pihak lain untuk meningkatkan sinergi. Sedang menurut National Education Association untuk mencapai sukses dan mampu bersaing di masyarakat global, siswa harus ahli dan memiliki kecakapan sebagai komunikator, kreator, pemikir kritis, dan kolaborator.
Mensikapi fenomena perubahan kebutuhan tenaga kerja dan kemajuan, sekolah perlu dipersiapkan dan menyiapkan diri dalam menghadapi tantangan abad 21. Pemahaman terhadap kecakapan abad 21 menjadi penting disampaikan kepada siswa. Pencapaian kecakapan abad 21 dilakukan dengan memahami karakteristik, teknik pencapaian dan strategi pembelajaran yang dilakukan.
Kecakapan Abad 21
Persoalan kecakapan abad 21 menjadi perhatian pemerhati dan praktisi pendidikan. The North Central Regional Education Laboratory (NCREL) dan The Metiri Grup (2003) mengidentifikasi kerangka kerja untukketerampilan abad ke-21yang dibagi menjadi empat kategorikemahiran era digitalberpikir inventifkomunikasi yang efektifdan produktivitas yang tinggi.
ATCS (assesment and teaching for 21st century skills) menyimpulkan empat hal pokok berkaitan dengan kecakapan abad 21 yaitu cara berpikir, cara bekerja, alat kerja dan kecakapan hidup. Cara berpikirmencakup kreativitasberpikir kritispemecahan masalahpengambilan keputusan dan belajarCara kerjamencakup komunikasi dan kolaborasiAlat untuk bekerja mencakup teknologi informasi dan komunikasi(ICT) dan literasi informasiKecakapan hidup mencakup kewarganegaraankehidupan dan karirdan tanggung jawab pribadi dan sosial.
Educational Testing Service (ETS) (2007)mendefinisikan keterampilan abad ke-21 sebagai pembelajaran kemampuan untuk a) mengumpulkan dan / atau mengambil informasibmengatur danmengelola informasic) mengevaluasi kualitasrelevansidan kegunaan informasidan dmenghasilkan informasi yang akurat melalui penggunaan sumber daya yang adaPartnership for 21st Century Skillsmengidentifikasi enam elemen kunci untuk abad ke-21 yaitu mendorong pembelajaran1menekankanpelajaran inti2menekankan keterampilan belajar3menggunakan alat abad ke-21 untuk mengembangkan keterampilan belajar4mengajar dan belajar dalam konteks abad ke-215mengajar dan mempelajari isi abad ke-21dan 6 ) menggunakan penilaian abad ke-21 yang mengukur keterampilanabad ke-21
Kang, Kim, Kim & You (2012) memberikan kerangka kecakapan abad 21 dalam domain kognitif, afektif, dan budaya sosial. Domain kognitif terbagi dalam sub domain : kemampuan mengelolan informasi, yaitu kemampuan menggunakan alat, sumberdaya dan ketrampilan inkuiri melalui proses penemuan; kemampuan mengkonstruksi pengetahuan dengan memproses informasi, memberikan alasan, dan berpikir kritis; kemampuan menggunakan pengetahuan melalui proses analistis, menilai, mengevaluasi, dan memecahkan masalah; dan kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan metakognisidan berpikir kreatif.
Domain afektif mencakup sub domain : identitas diri yakni mampu memahami konsep diri, percaya diri, dan gambaran pribadi; mampu menetapkan nilai-nilai yang menjadi nilai-nilai pribadi dan pandangan terhadap setiap permasalahan. Pengarahan diri ditunjukan dengan menguasai diri dan mampu mengarahkan untuk mencapai tujuan dalam bingkai kepentingan bersama. Akuntabilitas diri ditunjukan dengan inisiatif, prakarsa, tanggungjawab, dan sikap menerima dan menyelesaikan tanggungjawabnya.
Domain budaya sosial ditunjukan dengan terlibat aktif dalam keanggotaan organisasi sosial, diterima dalam lingkungan sosial, dan mampu bersosialisasi dalam lingkungan.
Subjek dan Tema Abad 21
Pemahaman dan penguasaan subjek dan tema abad 21 menentukan kesuksesan seorang siswa di masa mendatang. Partnership for 21st Century Skills (2009) memberikan rumusan subjek mata pelajaran abad 21 meliputi : bahasa inggris (bahasa resmi masing-masing negara), bahasa pergaulan dunia, seni, matematika, ekonomi, pengetahuan alam (science), geografi, sejarah, pemerintahan, dan kewarganegaraan.
Penguasaan bahasa nasional masing-masing dan bahasa pergaulan internasional mempengaruhi posisi yang dapat dicapai oleh seseorang. Melalui penguasaan bahasa siswa mampu mengkomunikasikan kompetensinya baik dengan bahasa tulis maupun lisan. Penguasaan seni dapat mewarnai pengelolaan diri dalam menghadapi pergaulan di dunia kerja dan masyarakat, sehingga lebih dapat menempatkan diri dalam lingkungan. Matematika membangun logika dan cara berpikir sistematis, sehingga melalui penguasaan matematika dapat meningkatkan logika berpikir yang diperlukan dalam berinteraksi.
Penguasaan kompetensi mata pelajaran tersebut belum memberikan dampak luas pada siswa kalau tidak dibarengi dengan penguasaan tema-tema abad 21. Menurut Partnership for 21st Century Skills (2009) tema yang mengemuka pada abad 21 adalah : kesadaran globalliterasi keuanganekonomibisnis danwirausaha; kesadaran sebagai warga negara; literasi kesehatan; dan literasi lingkungan.
Kesadaran global mencakup kecakapan memahami dan menangani isu-isu global. Isu-isu global dalam setiap aspek kehidupan baik politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, dan pengetahuan. Belajardari dan bekerja sama dengan individu yang mewakili beragam budayaagama dan gaya hidupmerupakan syarat dalam memasuki pergaulan dunia. Dunia yang semakin terbuka menuntut kemampuan menerima dan memahami akar budaya, agama, dan gaya hidup orang lain dalam semangat saling menghormati dan dialog terbuka dalam konteks pribadipekerjaan dan masyarakat. Memahami negarabudayadan bahasa orang yang berinteraksi akan meningkatkan pemahaman diri dan orang lain, meningkatkan harkat dan martabat masing-masing.
Kecakapan keuanganekonomibisnis dan wirausaha mencakup : kecakapan menentukan pilihan ekonomi pribadi. Pilihan seseorang terhadap sumber ekonomi pribadinya menentukan keberagaman perekonomian dalam suatu negara. Orang tidak lagi terombang-ambing terhadap pandangan orang lain terhadap sumber ekonominya, namun memaknai sumber ekonomi sebagai jalan dalam berkontribusi bagi perekonian secara makro. Persoalan ini akan meningkatkan pemahaman atas peran ekonomi dalam masyarakat. Keterampilan kewirausahaan untuk meningkatkan produktivitas kerja dan pilihan karir dapat meningkatkan kontribusi terhadap perkembangan “organisasi” yang dimasukinya. Kewirausahaan mencakup kemampuan dalam berekspresi, berimprovisasi, dan meningkatkan kinerja.
Kesadaran sebagai warga negara mencakup kecakapan berpartisipasi efektif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kehidupan berbangsa dan bernegara terkait dengan peran dan fungsinya dalam tugas dan tanggungjawab masing-masing. Memperjuangkan hak dan memenuhi kewajiban sebagai warga negara dan masyarakat, menjadi titik tolak dalam hidup bermasyarakat. Mengembangkan supremasi sipil, menempatkan hak-hak sipil dalam bingkai demokratis yang mampu mengakomodir setiap kepentingan individu dalam bingkai pemenuhan kepentingan bersama.
Kesadaran kesehatan mencakup kemampuan dalam memelihara kesehatan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan masyarakat global. Pemeliharaan kesehatan dimulai dari kemampuan mencari informasi dan menafsirkan persoalan-persoalan kesehatan, termasuk sebab, akibat, dan proses pencegahan dan pengobatan. Kesehatan dalam konteks ini adalah kesehatan menyeluruh fisik dan mental.
Literasi lingkungan yaitu mencakup kesadaran terhadap pemeliharaan dan pemanfaatan lingkungan secara bertanggungjawab dan bermakna bagi kehidupan. Peka terhadap dampak pengelolaan lingkungan yang tidak bertanggungjawab terhadap kehidupan secara global. Perubahan iklim dan dampaknya terhadap kehidupan. Perubahan perilaku alam yang menyebabkan terjadinya anomali iklim, dan dampak-dampak terhadap lingkungan sebagai akibat ekploitasi alam.
Strategi Pembelajaran Abad 21
Paradigma pembelajaran abad 21 menekankan kepada kemampuan siswa untuk berpikir kritis, mampu menghubungkan ilmu dengan dunia nyata, menguasai teknologi informasi komunikasi, dan berkolaborasi. Pencapaian ketrampilan tersebut dapat dicapai dengan penerapan metode pembelajaran yang sesuai dari sisi penguasaan materi dan ketrampilan.
Kemampuan berpikir kritis siswa dibangun melalui pembelajaran yang menerapkan taksonomi pembelajaran sebagaimana disampaikan oleh Benyamin Bloom tahun 1956 yang telah direvisi pada tahun 2001. Bloom membagi tujuan pendidikan menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Tujuan pendidikan mengalami penyempurnaan pada tahun 2001 (Anderson dan Krathwohl, 2001). Taksonomi pembelajaran dikelompokan dalam dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif.
Dimensi proses pengetahuan terdiri empat bagian yaitu faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. Krathwohl (2002), Anderson & Krathwohl (2001) menyebutkan bahwa pengetahuan faktual menekankan pada pengetahuan faktual, yaitu pengetahuan yang berupa potongan-potongan informasi yang terpisah-pisah atau unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu, yang mencakup pengetahuan tentang terminologi dan pengetahuan tentang bagian detail. Pengetahuan faktual menyajikan fakta-fakta yang muncul dalam pengetahuan. Pengetahuan konseptual, yaitu pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi sama-sama, yang mencakup skema, model pemikiran dan teori. Pengetahuan prosedural, yaitu pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin maupun yang baru, dan Pengetahuan metakognitif, yaitu mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri.
Dimensi poses pengetahuan terbagi dalam tiga yaitu kognitif, afektif dan psikomotor (Anderson & Krathwohl, 2001:67-68) ranah kognitif terbagi dalam enam tingkat yaitu : 1) mengingat (remember) mengambilmengakuidan mengingat pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang; 2) memahami (understand)membangun makna dari lisanpesan tertulisdan grafis melalui menafsirkanmencontohkan, mengklasifikasi, meringkas, menyimpulkanmembandingkandan menjelaskan; 3) menerapkan (apply)melaksanakan atau menggunakan prosedur melalui pelaksanaatau menerapkan; 4) menganalisis (analyze): breaking materi menjadi bagian-bagian penyusunnyamenentukan bagaimana bagian-bagian berhubungan satu sama lain dan yang secara keseluruhan struktur atau tujuan melaluimembedakan, mengorganisasikandan menghubungkan; 5) evaluasi (evaluate)membuat penilaianberdasarkan kriteria dan standar melalui memeriksa dan mengkritisi; dan 6) menciptakan (create)menempatkan elemen bersama-sama untuk membentuk suatu kesatuan yang utuh atau fungsionalreorganisasi elemen ke pola baru atau struktur melalui menghasilkanperencanaanatau menghasilkan.
Proses pembelajaran yang mampu mengakomodir kemampuan berpikir kritis siswa tidak dapat dilakukan dengan proses pembelajaran satu arah. Pembelajaran satu arah, atau berpusat pada guru, akan membelenggu kekritisan siswa dalam mensikapi suatu materi ajar. Siswa menerima materi dari satu sumber, dengan kecenderungan menerima dan tidak dapat mengkritisi. Kemampuan berpikir kritis dibangun dengan mendalami materi dari sisi yang berbeda dan menyeluruh.
Kemampuan menghubungkan ilmu dengan dunia nyata dilakukan dengan mengajak siswa melihat kehidupan dalam dunia nyata. Memaknai setiap materi ajar terhadap penerapan dalam kehidupan penting untuk mendorong motivasi belajar siswa. Secara khusus pada dunia pendidikan dasar yang relatif masih berpikir konkrit, kemampuan guru menghubungkan setiap materi ajar dengan kehidupan nyata akan meningkatkan penguasaan materi oleh siswa. Menghubungkan materi dengan praktik sehari-hari dan kegunaannya dapat meningkatkan pengembangan potensi siswa.
Penguasaan teknologi informasi komunikasi menjadi hal yang harus dilakukan oleh semua guru pada semua mata pelajaran. Penguasaan TIK yang terjadi bukan dalam tataran pengetahuan, namun praktik pemanfaatnyanya. Metode pembelajaran yang dapat mengakomodir hal ini terkait dengan pemanfaatan sumber belajar yang variatif. Mulai dari sumber belajar konvensional sampai pemanfaatan sumber belajar digital. Siswa memanfaatkan sumber-sumber digital, baik yang offline maupun online. Membuat produk berbasis TIK, baik audio maupun audiovisual.
Kecakapan berkolaborasi menunjukkan sikap penerimaan terhadap orang lain, berbagi dengan orang lain, dan bersama-sama dengan orang lain mencapai tujuan bersama. Paradigma pembelajaran kolaboratif memfasilitasi siswa berada dalam peran masing-masing, melaksanakannya, dan bertanggungjawab. Sikap individualistik, mau menang sendiri, dan bekerja sendiri akan mengurangi kemampuan siswa dalam menyiapkan diri menyongsong masa depannya. Setiap kompetensi yang ada pada masing-masing dikolaborasikan, sehingga dapat meningkatkan kompetensi dan pencapaian hasil.
Beers menegaskan bahwa strategi pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa dalam mencapai kecakapan abad 21 harus memenuhi kriteria sebagai berikut : kesempatan dan aktivitas belajar yang variatif; menggunakan pemanfaatan teknologi untuk mencapai tujuan pembelajaran; pembelajaran berbasis projek atau masalah; keterhubungan antar kurikulum (cross-curricular connections); fokus pada penyelidikan/inkuiri dan inventigasi yang dilakukan oleh siswa; lingkungan pembelajaran kolaboratif; visualisasi tingkat tinggi dan menggunakan media visual untuk meningkatkan pemahaman; menggunakan penilaian formatif termasuk penilaian diri sendiri.
Kesempatan dan aktivitas belajar yang variatif tidak monoton. Metode pembelajaran disesuaikan dengan kompetensi yang hendak dicapai. Penguasaan satu kompetensi ditempuh dengan berbagai macam metode yang dapat mengakomodir gaya belajar siswa auditori, visual, dan kenestetik secara seimbang. Dengan demikian masing-masing siswa mendapatkan kesempatan belajar yang sama.
Pemanfaatan teknologi, khususnya tekonologi informasi komunikasi, memfasilitasi siswa mengikuti perkembangan teknologi, dan mendapatkan berbagai macam sumber dan media pembelajaran. Sumber belajar yang semakin variatif memungkinkan siswa mengekplorasi materi ajar dengan berbagai macam pendekatan sesuai dengan gaya dan minat belajar siswa.
Pembelajaran berbasis projek atau masalah, menghubungkan siswa dengan masalah yang dihadapai dan yang dijumpai dalam kehidupam sehari-hari. Bertitik tolak dari masalah yang diinventarisis, dan diakhiri dengan strategi pemecahan masalah tersebut, siswa secara berkesinambungan mempelajari materi ajar dan kompetensi dengan terstruktur. Pada pembelajaran berbasis projek, pemecahan masalah dituangkan dalam produk nyata yang dihasilkan sebagai sebuah karya penciptaan siswa. Pada pembelajaran berbasis masalah/projek pembelajaran juga fokus pada penyelidikan/inkuiri dan inventigasi yang dilakukan oleh siswa.
Keterhubungan antar kurikulum (cross-curricular connections), atau kurikulum terintegrasi memungkinkan siswa menghubungkan antar materi dan kompetensi pembelajaran, dengan demikian pembelajaran dapat lebih bermakna, dan teridentifikasi manfaat mempelajari sesuatu. Pembelajaran ini didukung lingkungan pembelajaran kolaboratif, dapat memaksimalkan potensi siswa. Didukung dengan visualisasi tingkat tinggi dan penggunaan media visual dapat meningkatkan pemahaman siswa.
Sebagai akhir dari sebuah proses pembelajaran, penilaian formatif menunjukan sebuah pengendalian proses. Melalui penilaian formatif, dan didukung dengan penilaian oleh diri sendiri, siswa terpantau tingkat penguasaan kompetensinya, mampu mendiagnose kesulitan belajar, dan berguna dalam melakukan penempatan pada saat pembelajaran didisain dalam kelompok.
Pandangan Beers tersebut memperjelas bahwa proses pembelajaran untuk menyiapkan siswa memiliki kecakapan abad 21 menuntut kesiapan guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. Guru memegang peran sentral sebagai fasilitator pembelajaran. Siswa difasilitasi berproses menguasai materi ajar dengan berbagai sumber belajar yang dipersiapkan. Guru bertugas mengawal proses berlangsung dalam kerangka penguasaan kompetensi, meskipun pembelajaran berpusat pada siswa.
Simpulan dan Saran
Perkembangan perekonomian global dan tuntutan dalam dunia kerja mesti disikapi sekolah dalam menyiapkan siswa. Abad 21 menuntut penguasaan berpikir tingkat tinggi, berpikir kritis, menguasai teknologi informasi, mampu berkolaborasi, dan komunikatif. Proses mencapai kecakapan tersebut dilakukan dnegan memperhatikan taksonomi Bloom yang membagi pengetahuan dalam dua kategori yaitu dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif.
Dalam konteks sistem pendidikan nasional disarankan untuk melakukan analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar masing-masing kelas, sehingga dapat memberikan wadah yang cukup dalam mengintegrasikan pembelajaran dalam beberapa mata pelajaran.