Sabtu, 16 Maret 2019

Siap(a)kah kita menghadapi Era Industri 4.0 ?

Dengung Era Industri 4.0 telah tersebar luas di masyarakat. Baik yang disampaikan melalui workshop, diklat, seminar, dan forum sejenisnya. Belum lagi yang secara masif disampaikan melalui media informasi, tinggal klik di gadget, langsung muncul yang ingin kita ketahui. Penjelasan dan penjabaran lengkap ditampilkan dari berbagai sumber, media cetak berupa buku atau yang berupa e-book serta artikel. Itulah fakta dan realita yang sekarang saya rasakan. Entah, apakah orang lain juga demikian.
Saya berusaha memahami, melalui melihat, mendengar, berkomunikasi dan berselancar, di dunia maya sekadar ingin "paham", apa itu Era Industri 4.0. Bagaimana kita menghadapi era ini, sehingga tidak tergilas dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Secuil pemahaman saya tentang Era industri 4.0, mengesankan tidak ada alasan bagi kita untuk tetap bersikukuh "ogah tahu" perkembangan ilmu khususnya di bidang teknologi. Ketika kita menengok sejarah perkembangan alat komunikasi yang sangat cepat mengalami perkembangan menuntut adanya pola perubahan aktivitas pada setiap diri manusia begitu juga dengan institusi, corporate, organisasi yang menggunakan jasa komunikasi dan jaringan net. Kita melihat bagaimana tergerusnya taksi konvensional oleh taksi online, market online tumbuh menjamur seolah akan menggusur mall-mall perbelanjaan, e-banking dengan segala fitur kemudahan seakan memangkas buruh bank, layanan e-tiket yang sudah mulai melalap agen-agen konvensional, E-Learning yang sekarang sudah membanjiri dunia virtual yang secara sadar tidak sadar, langsung maupun tidak langsung akan menguasai peran di era industri 4.0.
Itu seujung kuku tentang era industri 4.0 yang saya pahami. Entah, apakah pemahaman saya ini bisa dibenarkan atau tidak, tentunya para ahli dan orang-orang yang berkompeten dapat menjelaskan secara detail seluk beluknya. Core yang ingin saya sampaikan adalah bagaimana kita sebagai mahluk yang diberi akal dan disuruh berpikir tidak berdiam diri stagnan akan pengetahuan yang ada pada diri kita. Kita dituntut terus beradaptasi dengan segala perubahan, bermetamorfosis untuk menjadi lebih baik dari segi tampilan, wawasan dan implemetasi kita bersikap. Ulat saja bisa bermetamorfosis". Bagaimana dengan manusia yang dilengkapi dengan akalnya? Tentunya, dalam bermetamorfosis kita sebagai umat beragama tetap berpatokan pada hukum-hukum yang kita yakini. Kritis memilah dan memilih apa yang menjadi konsumsi untuk beradaptasi dengan segala perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi. Sehingga nantinya kita terus hidup dan segar menikmati perkembangan jaman dengan tetap beradad terhadap lingkungan alam dan sosial serta yang utama menjadi ibadah kita kepada Sang Khalik.Amin.